Member-only story
Ibadah Lembur: Frasa Menghamba Menuju Kesejatian Hidup
“Ayo. ayo, siapa pun kamu. Pengembara, pemuja, pecinta kepergian. Tidak masalah. Kita bukanlah rombongan keputusasaan. Ayo, bahkan jika Anda telah melanggar sumpah Anda seribu kali. Ayo, sekali lagi, ayo, ayo.” — Jalaludin Rumi dalam Secret of Divine Love
Sebelum salat Subuh, saya berpamitan kepada suami. Hari ini saya akan pulang terlambat karena harus menyelesaikan persiapan untuk kegiatan akhir tahun sekolah.
“Sayang, aku kerja lembur hari ini. Pulangnya bisa sore banget.”
Sejurus kemudian, saya malah mengkritisi pemilihan frasa ‘kerja lembur’ tersebut. “Kenapa harus ada frasa ‘kerja lembur’ dan tidak ada frasa ‘ibadah lembur’?” Saya terus memikirkannya hingga selesai salat, berzikir, dan mengaji beberapa lembar halaman al-Qur’an. Frasa tersebut terus mengganggu pikiran saya.
Dan, di sinilah saya sekarang. Mulai membuka Medium, menuliskan hal yang sedari Subuh bersarang di kepala. Saya mencoba untuk mencari arti ‘ibadah lembur’ di Google. Nihil. Saya tidak menemukan keterangan apa pun. Apakah kalian juga mulai merisaukan hal yang sama? Hah, apa yang salah?
Tidak ada. Saya tidak mempersoalkan kesalahan. Saya hanya ingin menawarkan kebaruan konsep. Haruskah frasa ‘kerja lembur’ mulai digantikan dengan ‘ibadah lembur’?