Member-only story
Menafsir 77 Kesunyian Pada Dua Bola Mata “Jejak Trembesi”
Pada akhirnya semua akan pergi
entah rindu yang mengering
atau cinta yang meranggas
Sleman, Juli 2017
(Meranggas dalam Jejak Trembesi)
Membaca buku puisi tidak sama dengan membaca buku-buku prosa, baik itu novel maupun non-fiksi. Sejak tahun lalu, konsumsi bacaan saya mengalami perubahan yang signifikan. Saya mengurangi asupan gizi buku-buku fiksi, dan lebih banyak menghabiskan waktu dengan buku-buku pengembangan diri. Hal itu pula yang sepertinya menyebabkan saya tidak rajin lagi menulis puisi dan tenggelam dalam buku-buku psikologi.
Bagi saya, membaca puisi tidak pernah gampang. Saya harus membacanya dua sampai tiga kali, barulah muncul keberanian untuk mengulas isi bukunya. Oleh sebab itu, saya membutuhkan waktu yang relatif panjang untuk dikatakan benar-benar menamatkan satu buku puisi. Saya sedang membaca ulang Mengapa Luka Tidak Memaafkan Pisau dan sampai sekarang belum menulis ulasannya. Sembari menunggu selesai pembacaan ketiga, kawan berpuisi saya ternyata telah melahirkan karya pertamanya. Ya, catatan after reading kali ini akan mengulas hasil pembacaan saya terhadap buku puisi tersebut, tentu saja dari sudut pandang sebagai penikmat.